Translate

mouse

Flame Sword

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 11 April 2016

KARANGAN ILMIAH DAN NON ILMIAH

Nama : Alpian Rinaldhi S
Npm : 10213715
Kelas : 3EA15


Pengertian Karya Ilmiah
“Karangan ilmiah merupakan suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isisnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.”—Eko Susilo, M. 1995:11
Tujuan dari pembuatan karangan ilmiah, antara lain :
  • Memberi penjelasan
  • Memberi komentar atau penilaian
  • Memberi saran
  • Menyampaikan sanggahan
  • Membuktikan hipotesa
Karya ilmiah adalah suatu karya dalam bidang ilmu pengetahuan (science) dan teknologi yang berbentuk ilmiah. Suatu karya dapat dikatakan ilmiah apabila proses perwujudannya lewat metode ilmiah. Jonnes (1960) memberikan ketentuan ilmiah, antara lain dengan sifat fakta yang disajikan dan metode penulisannya.
Bila fakta yang disajikan berupa fakta umum yang obyektif dan dapat dibuktikan benar tidaknya serta ditulis secara ilmiah, yaitu menurut prosedur penulisan ilmiah, maka karya tulis tersebut dapat dikategorikan karya ilmiah, sedangkan bilamana fakta yang disajikan berupa dakta pribadi yang subyektif dan tidak dapat dibuktikan benar tidaknya serta tidak ditulis secara ilmiah, karya tulis tersebut termasuk karya tulis non ilmiah.
Bentuk Karya Ilmiah
Dalam karya ilmiah dikenal antara lain berbentuk makalah, report atau laporan ilmiah yang dibukukan, dan buku ilmiah.

1. Karya Ilmiah Berbentuk Makalah
Makalah pada umumnya disusun untuk penulisan didalam publikasi ilmiah, misalnya jurnal ilmu pengetahuan, proceeding untuk seminar bulletin, atau majalah ilmu pengetahuan dan sebagainya. Maka ciri pokok makalah adalah singkat, hanya pokok-pokok saja dan tanpa daftar isi.

2. Karya Ilmiah Berbentuk Report/ Laporan Ilmiah Yang Dibukukan
Karya ilmiah jenis ini biasanya ditulis untuk melaporkan hasil-hasil penelitian, observasi, atau survey yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang. Laporan ilmiah yang menjadi persyaratan akademis di perguruan tinggi biasanya disebut Skripsi, yang biasanya dijadikan persyaratan untuk karya ilmiah jenjang S1, Tesis untuk jenjang S2, dan Disertasi untuk jenjang S3.

3. Buku Ilmiah
Buku ilmiah adalah karya ilmiah yang tersusun dan tercetak dalam bentuk buku oleh sebuah penerbit buku umum untuk dijual secara komersial di pasaran. Buku ilmiah dapat berisi pelajaran khusus sampai ilmu pengetahuan umum yang lain.

Ciri-Ciri Karya Ilmiah
1. Struktur Sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan kesimpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.
2. Komponen dan Substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
3. Sikap Penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
4. Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata / istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

Macam-Macam Karya Ilmiah
1. Skripsi; adalah karya tulis (ilmiah) mahasiswa untuk melengkapi syarat mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi ditulis berdasarkan pendapat (teori) orang lain. Pendapat tersebut didukung data dan fakta empiris-obyektif, baik berdasarkan penelitian langsung, observasi lapangan / penelitian di laboratorium, ataupun studi kepustakaan. Skripsi menuntut kecermatan metodologis hingga menggaransi ke arah sumbangan material berupa penemuan baru.
2. Tesis; adalah jenis karya tulis dari hasil studi sistematis atas masalah. Tesis mengandung metode pengumpulan, analisis dan pengolahan data, dan menyajikan kesimpulan serta mengajukan rekomendasi. Orisinalitas tesis harus nampak, yaitu dengan menunjukkan pemikiran yang bebas dan kritis. Penulisannya baku dan tesis dipertahankan dalam sidang. Tesis juga bersifat argumentative dan dihasilkan dari suatu proses penelitian yang memiliki bobot orisinalitas tertentu.
3. Disertasi; adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan program S3 ilmu pendidikan. Disertasi merupakan bukti kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan penemuan baru dalam salah satu disiplin ilmu pendidikan.

Sikap Ilmiah
Dalam penulisan karya ilmiah, terdapat 7 sikap ilmiah yang merupakan sikap yang harus ada. Sikap-sikap ilmiah tersebut adalah sebagai berikut :
1)    Sikap ingin tahu
Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya.
2)    Sikap kritis
Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan -kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
3)    Sikap obyektif
Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
4)    Sikap ingin menemukan
Selalu memberikan saran-saran untuk eksperimen baru. Kebiasaan menggunakan eksperimen-eksperimen dengan cara yang baik dan konstruktif. Selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya.
5)    Sikap menghargai karya orang lain
Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
6)    Sikap tekun
Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi eksperimen yang hasilnya meragukan, tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai. Terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti.
7)    Sikap terbuka
Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.

KARYA NON-ILMIAH
Karya non-ilmiah sangat bervariasi topic dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum, ditulis berdasarkan fakta pribadi, umumnya bersifat subyektif, gaya bahasanya bias konkret atau abstrak, gaya bahasanya formal dan popular.
Karya non ilmiah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Emotif : kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi.
2. Persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative.
3. Deskriptif : pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif.
4. Kritik tanpa dukungan bukti.

Karangan Ilmiah Populer
Karangan ilmiah populer merupakan karangan ilmiah yang bentuk, isi, dan bahasanya menggunakan kaidah-kaidah keilmuan, serta disajikan dalam bahasa yang santai dan mudah dipahami oleh masyarakat awam.
Slamet Suseno (dalam Dalman, 2012: 156) mengemukakan bahwa karya tulis ilmiah populer lebih banyak diciptakan dengan jalan menyadur tulisan orang lain daripada dengan jalan menulis gagasan, pendapat, dan pernyataannya sendiri. Karya ilmiah populer adalah karangan ilmiah yang berisi pembicaraan tentang ilmu pengetahuan dengan teknik penyajian yang sederhana mengenai hal-hal kehidupan sehari-hari.
CIRI-CIRI KARYA TULIS ILMIAH POPULER
Karya ilmiah (Dalman, 2012:113-114) memiliki ciri-ciri yang dapat dikaji minimal dari empat aspek, yaitu: 
·        Struktur
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal, bagian inti dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan.
·        Komponen dan substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
·        Sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan kata atau gaya bahasa impersonal .
·        Penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata atau istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.


Sumber  :
http://id.wikipedia.org/wiki/Karya_ilmiah
http://skinhead4life-carigaragara.blogspot.com/2010/03/hakikat-karya-ilmiah-ciri-ciri-karya.html
http://www.lpmpjogja.diknas.go.id/…/32%20–%20KODE%20–%2005%20-%20B6%20Menulis%20Karya%20Ilmiah.pdf
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/07/karya-ilmiah-dan-non-ilmiah.html
http://id.shvoong.com/how-to/writing/2222452-pengertian-ciri-dan-syarat-karya/

BERPIKIR INDUKTIF



Nama : Alpian Rinaldhi S
Npm : 10213715
Kelas : 3EA15
  • Induksi
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena – fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses berpikir yang kedua, yaitu deduksi.
Berpikir induktif merupakan suatu pemikiran yang bergerak dari premis spesifik ke konklusi umum atau generalisasi. Observasi dan pengalaman digunakan untuk mendukung generalisasi. Premisnya tidak menjadi dasar untuk kebenaran konklusi, tetapi memberikan sejumlah dukungan untuk konklusinya. Konklusi induktif jauh melampaui apa yang ada pada premisnya.
Setiap argumen induktif tidak dapat dikatakan sahih atau tidak sahih, tetapi lebih baik atau kurang baik, bergantung pada berapa tinggi derajat probabilitasnya (kebolehjadian) yang diberikan premis pada simpulannya. Semakin tinggi probabilitas simpulannya semakin baik argumen induktif yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya, dan simpulannya tidak mungkin mengandung kepastian mutlak. Konklusi induktif tidak akan pernah terbukti benar kecuali bila meneliti semua premis khususnya.
Pengertian fenomena – fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif harus diartikan pertama – tama sebagai data – data maupun sebagai pernyataan – pernyataan (proposisi – proposisi). Proses Penalaran yang induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam – macam variasi yang berturut – turut akan dikemukakakan dalam bagian – bagian berikut yaitu:
  1. Generalisasi
  2. Hipotese dan Teori
  3. Analogi
  4. Hubungan Kausal
  5. Induksi dalam Metode Eksposisi
  • Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Tetapi sebagai sudah dikatakan diatas, proses berpikir yang induktif tidak ada banyak artinya kalau tidak diikuti proses berpikir yang deduktif. Sebab itu generalisasi hanya akan mempunyai makna yang penting, kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena – fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki.
Bila kita berbicara mengenai data atau fakta dalam pengertian fenomena individual tadi, pikiran kita selalu terarah kepada pengertian mengenai sesuatu hal yang individual. Dalam kenyataannya data atau fakta yang dipergunakan itu sebenarnya merupakan generalisasi juga, yang tidak lain dari sebuah hasil penalaran yang induktif. Bila seorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari bermacam – macam tipe kendaraan dengan cirri – cirri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari bermacam – macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi (= generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut. Contoh – contoh diatas menunjukan bahwa bila pada suatu waktu kita menghadapi suatu fenomena individual, kita segera menghubungkannya dengan pengalaman – pengalaman kita pada masa lampau. Semua pengalaman itu secara alamiah menciptakan dalam pikiran kita suatu generalisasi yang coba menghubungkan semua peristiwa itu melalui cirri – cirri yang menonjol.
Induksi dan juga generalisasi sebagai dikemukakan diatas sebenarnya mempunyai variasi yang beraneka ragam, sehingga penjelasan – penjelasan yang cermat kadang – kadang sukar dutampilkan. Tetapi mengenai generalisasi sendiri kita masih membedakan generalisasi yang berbentuk loncatan induktif, dan yang bukan loncatan induktif.
ü Loncatan Induktif
Sebuah generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta – fakta tersebut atau proposisi – proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan. Dengan demikian loncatan induktif dapat diartikan sebagai loncatan dari sebagaian evidensi kepada suatu generalisasi yang jauh melampaui kemungkinan yang diberi oleh evidensi – evidensi itu. Generalisasi semacam ini mengandung kelemahan dan mudah ditolak kalau terdapat evidensi – evidensi yang bertentangan. Tetapi kalau sample yang dipergunakan itu secara kualitatif kuat kedudukannya, maka generalisasi semacam itu juga akan kuat dan sahih sifatnya, apalagi kalau bisa diperbanyak lagi fakta atau evidensi yang menunjang.
Bila ahli – ahli filologi eropa berdasarkan pengamatan mereka mengenai bahasa – bahasa indo – german kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa, maka ini merupakan suatu loncatan induktif. Bila berdasarkan beberapa pengalaman mengenai beberapa orang yang dijumpai, seorang mengambil suatu kesimpulan untuk mengatakan suku A masih sangat terkebelakang, maka hal ini juga merupakan contoh yang jelas mengenai loncatan induktif.
ü Tanpa Loncatan Induktif
Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikancukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Sebab itu, perbedaan antara generalisasi dengan loncatan induktif sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah fenomena yang diperlukan. Tetapi dipihak lain, berapa banyak fenomena yang diperlukan untuk merumuskan sebuah generalisasi yang kuat, tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Ada generalisasi yang sudah akan kuat bila mempergunakan beberapa fenomena saja. Tetapi ada juga kasus yang menunjukkan bahwa 100 fenomena, bahkan lebihpun, belum cukup untuk dijadikan landasan yang kuat untuk merumuskan sebuah generalisasi.
Sebenarnya generalisasi  merupakan proses yang biasa dilakukan oleh setiap orang. Bagi orang kebanyakan, generalisasi itu tidak lain dari penambahan setengah sadar akan hal-hal yang umum berdasarkan pengalamannya dari hari ke hari. Bila suatu waktu ia mendapat hardikan dari atasannya karena membuat suatu kesalahan, maka belum ada suatu sikapyang timbul pada dirinya. Tetapi bila peristiwa semacam itu dialaminya berulang-ulang kali, dan juga dialami kawan-kawan lainnya, maka mau tidak mau akan timbul suatu generalisasi mengenai atasannya itu : Atasannya adalah seorang yang kejam. Arus baliknya akan menimbulkan suatu sikap : karena  atasan ini seorang yang kejam, maka jangan membuat kesalahan yang kecil sekalipun, supaya tidak mendapat umpatan  dan hardikan yang tidak perlu.
Karena generalisasi itu sering mendahului observasi atas sejumlah peristiwa yang cukup meyakinkan, maka perlu diadakan pengecekan atau evaluasi  atas generalisasi tersebut. Pengujian atau evaluasi tersebut terdiri dari :
  1. Harus diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang diselidiki sebagai dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif).
  2. Apakah peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh yang baik (sampel yang baik; ciri kulitatifnya) bagi semua jenis peristiwa yang diselidiki ? dengan memilih peristiwa-peristiwa yang khusus, boleh dikatakan bahwa generalisasi itu  akan kuat kedudukannya.
  3. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperhitungkan kekecualian-kekecualian yang tidak sejalan dengan generalisasi itu.
  4. Perumusan generalisasi itu sendiri juga harus absah. Artinya apa yang dirumuskan itu benar-benar merupakan konsekuensinya logis dari data-data, fakta-fakta atauproposisi-proposisi  yang telah dikumpulkan itu.
  • Hipotese dan Teori 
Hipotesa adalah sebuah Informasi yang masih belum teruji kebenarannya, sedangkan Teori adalah sebuah fakta yang tepat dan bisa dipertanggung jawabkan.
Hipotese (hypo : di bawah, tithenai : menempatkan) adalah semacam teori yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta tertentu sebagai penunun untuk meneliti fakta lebih lanjut. Sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotese yang secara relative lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotese. Teori adalah azas – azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang – kurangnya data dipercaya untuk menerangkan fenomena – fenomena yang ada. Hipotese merupakan suatu dugan yang bersifat sementara mengenai sebab –sebab atau relasi antara fenomena – fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah di uji dan yang dapat diterapkan pada fenomena – fenomena yang relevan atau sejenis.
Dengan demikian, walaupun hipotese merupakan cara yang baik untuk mempertalikan fakta –fakta tertentu, suatu waktu hipotese itu dapat ditolak karena fakta – fakta baru yang dijumpai bertentangan atau tidak lagi menunjang hipotese tadi. Sebab itu persoalan yang dihadapi adalah bagaimana merumuskan sebuah hipotese yang kuat. Untuk merumuskan sebuah hipotese yang baik perhatian beberapa ketentuan berikut :
  • Secara maksimal memperhitungkan semua evidensi yang ada; semakin banyak evidensi yang digunakan, semakin kuat hipotese yang diajukan (ciri kuantitatif).
  • Bila tidak ada alasan – alasan lain, maka antara dia hipotese yang tidak mungkin diturunkan, lebih baik memilih hipotese yang sederhana daripada yang rumit. Bila menghadapi seorang mahasiswa yang tidak lulus ujian ,apakah harus mengatakan bahwa ia tidak lulus karena tidak belajar dan tidak menguasai pelajarannya, atau karena para dosen menaruh sentiment terhadapnya sehingga member nilai yang menjatuhkannya?
  • Sebuah hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia walaupun mungkin fakta – faktanya meyakinkan (prinsipkohorensi).
  • Hipotese bukan hanya menjelaskan fakta – fakta yang membentuknya, tetapi juga harus menjelaskan juga fakta – fakta lain sejenis yang belum di selidiki.
  • Hubungan hipotese dan teori 
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
  • Analogi
Analogi atau kadang-kadang disebut juga analogi iduktif adalah suatu proses penalaranyang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hak akan berlaku pula untuk hal yang lain. Sebab itu sering timbul salah pengertian antara analogi induktif atau analogi logis sebagai yang dikemukakan di atas analogi deklaratif atau analogi penjelas yang termasuk dalam soal perbandingan. Analogi dilakukan karena sesuatu yang dibandingkan dengan pembandingnya memiliki kesmaan fungsi atau peran. Melalui analogi, seseorang dapat menerangkan sesuatu yang abstrak atau rumit secara konkrit dan lebih mudah dicerna.
Analogi yang dimaksud disini adalah analogi induktif atau analogi logis. Analogi induktif (kias) adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik ebuah kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah sebuah kesamaan karakteristik diantara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan  “apa yang berlaku pada suatu hal akan berlaku pula untuk hal lainnya” dengan demikian dasar kesimpulan yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensi yang berhubungan erat dari dua hal yang danalogikan.
Analogi induktif atau analogi logis sebagai suatu proses penalaran bertolak dari suatu kesamaan actual antara dua hal. Berdasarkan kesamaan aktual itu, penulis dapat menurunkan suatu kesimpulan bahwa karena kedua hal itu mengandung kemiripan dalam hal-hal yang penting, maka mereka akan sama pula dalam aspek-aspek yang kurang penting.
Sebagai ilustrasi mengenai analogi ini perhatikan contoh berikut.
Nina adalah tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Omega. Ia telah memberikan prestasi yang luar biasa pada perusahaan Omikron, tempat ia bekerja. Ia telah mengajukan banyak usul mengenai cara pemecahan atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi perusahaannya. Pada waktu penerimaan pegawai-pegawai baru, Direktur Perusahaan langsung menerima Tomi, karena Tomi adalah seorang alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Omega, seperti halnya Nina. Semua pelamar-pelamar lain diabaikan begitu saja. Menurut logika direktur, karena Tomi tamatan Fakultas ekonomi Universitas Omega, maka pasti ia memiliki juga kecerdasan dan kualitas yang sama atau sekurang-kurangnya sama dengan Nina.
Dalam hal ini ia tidak mengambil keputusan karena data-data yang mengungkapkan siapa itu Tomi, tetapi ia melihat bahwa Tomi berasal dari Fakultas Ekonomi Universitas Omega seperti halnya dengan Nina yang telah dikenalnya. Bahwa Universitas atau sekurang-kurangnya Fakultas yang dibina oleh tenga-tenaga dosen yang ahli dan berwibawa dalam masalah ekonomi. Bahwa Fakultas Ekonomi itu juga mempunyai disiplin yang tinggi. Bahwa para alumninya juga terkenal dimana-mana. Dan hal itu telah membuktikan  dengan prestasi yang diperlihatkan Nina. Pasti Tomi juga akan memberikan prestasi yang sama.
Analogi sebagai suatu proses penalaran untuk menurunkan suatu kesimpulan berdasarkan kesamaan aktual antara dua hal itu dapat diperinci lagi untuk tujuan-tujuan berikut:
1)      Untuk meramalkan kesamaan. Bila dewasa ini kita sering berbicara mengenai ekologi dan ekosistem, satuan lingkungan hidup antara unsure-unsur tumbuha-hewan-manusia, dan berusaha menjaga keharmonisan ekologi tersebut, maka dapat juga dikemukakan bahwa perpindahan manusia ke suatu lingkungan baru dapat merusak ekologi tersebut, bukan hanya karena terjadi penebangan hutan dan sebagainya, tetapi juga hubungan dengan penduduk yang sudah ada dapat mengganggu ekuilibrium yang ada. Barangkali kita dapat menolak pendapat itu dengan mengatakan bahwa manusia bukan tumbuh-tumbuhan dan binatang, karena manusia dapat menyesuaikan diri dengan manusia lainnya. Tetapi kebenaran mengenai kesimpulan di atas toh tidak dapat disangkal begitu saja. Maka untuk itulahmanusia-manusia yang hendak memasuki lingkungan yang baru itu harus mempelajari situasi dan adat kebiasaan penduduk setempat untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan.
2)      Untuk menyingkapkan kekeliruan. Pada suatu waktu orang-orang takut berpergian dengan pesawat terbang, karena banyak kali terjadi kecelakaan dengan pesawat terbang yang tidak sedikit banyak meminta korban. Bila demikian sebaiknya orang-orang jangan tidur ditempat tidur, karena hampir semua manusia yang meninggal normal, menemui ajalnya di tempat tidur. Kedua pikiran ini sama-sama kaburnya, sehingga perlu ditolak.
3)      Untuk menyusun sebuah klasifikasi. Bila kita mengetahui mengenai suatu penyakit dengan gejala-gejala tertentu dan belum tahu yang sebenarnya mengenai nama penyakitnya, sekurang-krangnya dengan memperhatikan gejala gejala yang timbul, penyakit itu dapat diklasifikasikan dalam kelas-kelass penyakit tertentu. Dan klasifikasi sangat diperlukan dan selalu dapat diberikan sebelum proses induksi atau deduksi.
seperti halnya dengan generalisasi yang tumpang tindih dengan hipotese, maka analogi ini juag dapat tumpang tindih dengan hipotese. Tidak ada garis yang tegas membedakan satu dari yang lainnya. Analogi induktif untuk meramalkan kesamaan bisa juga merupakan hipotese, dan untuk menyusun klasifikasi jelas ia dapat juga dimasukkan dalam klasifikasi.
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada. Contohnya pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Contoh Analogi :
  1. Kita banyak tertarik dengan planel mars, karena banyak persamaannya dengan bumi kita. Mars dan Bumi menjadi anggota tata surya yang sama. Mars mempunyai atsmosfir seperti bumi. Temperaturnya hampir sama dengan bumi. Unsur air dan oksigennya juga ada. Caranya mengelilingi matahari menyebabkan pula timbulanya musim seperti bumi. Jika bumi ada mahluk. Tidaklah mungkin ada mahluk hidup diplanet Mars.
  2. Dr. Maria C. Diamind tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi terhadap pertumbuhan cerebal cortex yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus lain yang tidak diinjeksi. Berdasarkan studi tiu, Dr. Diamond seorang profesor antomi dari University of California menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat menghambat perkembangan otak penggunanya. Dari contoh diatas, Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi, apa yang terjadi pada tikus akan terjadi pula pada manusia.
  • Hubungan Kausal 
Hubungan sebab dan akibat adalah sebuah bentuk fenomenal yang menghasilkan sesuatu dari dampak yang diakibatkan dari suatu makna kalimat kemudian digabungkan didalam satu kalimat.
Menurut hukum kausalitas semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjalin dalam rangkaian sebab akibat. Tidak ada satu gejala atau kejadian yang muncul tanpa penyebab. Pertama, satu atau beberapa gejala yang timbul dapat berperan sebagai sebab akibat, atau sekaligus sebagai akibat didasari gejala sebelumnya dan sebab gejala sesudahnya. Kedua, gejala atau peristiwa yang terjadi dapat ditimbulkan oleh satu sebab atau lebih, dan menghasilkan satu akibat atau lebih. Ketiga, hubungan sebab dan akibat dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya ketika seorang ibu melihat awan menggantung, ia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakan itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) pertanda akan turun hujan (akibat). Hujan (sebab) akan menjadikan yang dijemurnya basah (akibat).
Contoh :
  1. Masalah pengangguran merupakan masalah serius yang harus diselesaikan pemerintah, seperti beberapa waktu lalu diberitakan dimedia cetak dan ibu kota, bagaimana ribuan pencari kerja hars berdesakan bahkankan pingsan untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut laporan media cetak hal ini terjadi karena dalam waktu dekat ini banyak perusahaan menufaktor yang akan tutup. Sehingga harus melakukan PHK. Selain itu minimnya kahlian atau rendahnya kualitas SDM menjadi faktor penyebab banyaknya pengangguran di ibukota.
Contohnya dalam menggunakan preposisi spesifik seperti:
  • Es ini dingin. (atau: Semua es yang pernah kusentuh dingin.)
  • Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya bergerak.)
Agaknya sejarah timbulnya hubungan antara sebab dan akibat (hubungan kasual) dapat ditelusuri kembali sampai pada saat mula timbulnya inteligensia manusia. Secara historis bukti-bukti itu dapat dicatat kembali sejak abad kelima sebelum masehi, dari seorang filusuf Yunani yang bernama Leucippus, yang mengatakan bahwa Tidak ada sesuatu pun terjadi tanpa sebab, tiap hal mempunyai sebab…. (nihil fit sine causa). Dengan mengutip pendapat filsuf ini, tidak berarti bahwa jauh sebelumnya belum ada pengetahuan tentang sebab akibat itu.
Untuk tujuan praktis dapat diterima sebagai dasar bahwa semua peristiwa mempunyai sebab yang mungkin dapat diketahui, bila manusia berusaha menyelidikinya dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan penyelidikan itu. Dalam dunia modern ini, kadang-kadang hubungan antara sebab dan akibat tertentu tidak mudah diketahui. Tetapi itu tidak berarti bahwa apa yang di catat sebagai suatu akibat tidak mempunyai sebab sama sekali.
Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga pola berikut:
–          Sebab ke akibat
–          Akibat ke sebab, dan
–          Akibat ke akibat

  1. A.   Sebab ke Akibat
Hubungan sebab ke akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang di anggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju kepada suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat. Efek yang ditimbulkan oleh sebab tadi dapat merupakan efek tunggal, tetapi dapat juga berbentuk sejumlah efek bersama-sama, atau serangkaian efek. Misalnya kalau saya menekan tombol lampu menyala; Penekanan tombol sebagai satu sebab akan menimbulkan satu efek yaitu lampu menyala. Tetapi hujan sebagai satu sebab akan menimbulkan efek serentak, yaitu: tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh banjir, pakaian yang dicuci tidak lekas kering, mereka yang tidak tahan udara lembab atau dingin akan jatuh sakit, dan sebagainya. Sebaliknya sebab dan akibat berantai terjadi: misalnya kenaikan harga minyak menyebabkan para penyalur bahan makanan menaikkan harga-harga bahan makanan, harga bahan makanan naik menimbulkan kesulitan hidup, kesulitan hidup dalam semua bidang menyebabkan kaum buruh menuntun kenaikan upah, dan seterusnya.
  1. B.   Akibat ke sebab
Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu proses berpikir yang induktif juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab – sebab yang mungkin telah menimbulkan akibat tadi.
Contoh :
Ada seorang pasien pergi ke dokter karena merasa sakit didadanya. Dokter yang di minta bantuannya harus menemukan sebabnya untuk memberikan pengobatan yang tepat. Ia menetapkan bahwa sakit didada pasien disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran bertolak dari akibat yang diketahui (sakit di dada) menuju kepada sebuah sebab (kanker).
Hubungan kausal diatas dapat di uji kebenarannya melalui prosedur – prosedur berikut : Apakah cukup terdapat sebab untuk menghasilkan sebuah akibat? Harus didapat diyakini bahwa jalan pikiran itu sudah cukup lengkap dan tidak akan dihalangi oleh faktor – faktor luar. Cara lain yang dapat dipakai untuk menguji kebenaran sebab akibat adalah mengajukan pertanyaan : apakah tidak mungkin ada sebab lain yang menimbulkan akibat itu, maka proses penalaran tadi di anggap benar. Suatu proses penalaran yang salah mengenai sebab – akibat ini adalah apa yang dinamakan post hoc ergo propter hoc, yaitu jalan pikiran yang mengatakan “karena sesuatu terjadi sesudah sesuatu hal yang lain, maka peristiwa itu disebabkan oleh hal yang terjadi terlebih dahulu”.
Contoh : hari menjadi siang sesudah ayam berkokok; sebab itu, ayam berkokok menyebabkan hari jadi siang.
  1. C.   Akibat Ke Akibat
Hubungan kausal akibat ke akibat adalah proses penalaran dari suatu akibat menuju suatu akibat yang lain, tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan kedua akibat tadi.
Contoh :
Terjadi sejumlah akibat karena turun hujan: tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh air, jemuran basah kembali, dan sebagainya. Ketika seorang ibu kembali dari belanja dari pasar yang jauh dari rumahnya, iya melihat tanah menjadi becek dan selokan penuh air. Melihat kondisi ini, ia lantas mengambil kesimpulan bahwa jemuran yang seharusnya sudah kering, menjadi basah kembali. Dalam hal ini, ia sama sekali tidak berfikir bahwa jemuran menjadi basah Karena tanah yang becek atau kerena selokan penuh air, tetapi semua efek dari suatu sebab umum yang sama yaitu hujan.
Dalam mempergunakan pola penalaran ini,penulisan atau pembicara harus yakin dengan sungguh – sungguh bahwa terdapat suatu sebab umum bagi kedua sebab itu.
  • Induksi dalam Metode Eksposisi
adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Proses penalaran terbagi atas dua kelas besar yaitu induksi dan deduksi. Masing-masing corak dapat dibagi lagi menjadi sejumlah corak penalaran yang tercakup dalam kedua corak utama itu. Dalam uraian mengenai eksposisi telah dikemukakan pula dalam sejumlah metode. Untuk mengembangkan suatu karangan yang bersifat ekspositoris. Pada hakikatnya, semua metode ini juga merupakan proses penalaran yang dapat dimasukkan dalam salah satu corak penalaran utama.
Metode identifikasi pada prinspinya baru merupakan perumusan-perumusan kategorial (proposisi kategorial) mengenai fakta atau evidensi yang diketahui mengenai suatu obyek garapan. Telah dikemukakan bahwa identifikasi adalah suatu strategi dasar bagi semua metode eksposisi lainnya. Sama halnya dengan deduksi, semua proposisi kategorial mengenai fakta-fakta itu dapat dijadikan bahan dasar untuk menyusun generalisasi, hipotase, dan sebagainya.
Metode perbandingan bisa mencakup penalaran yang induktif maupun deduktif. Bila perbandingan itu dilakukan untuk menurunkan suatu prinsip umum, maka corak penalarannya bersifat induktif. Dalam hal ini, prinsip umum itu dapat berbentuk generalisasi, hipotase, atau teori. Tetapi bila perbandingan itu bertolak dari suatu prinsip umum untuk menunjukkan perbedaan antara dua obyek atau lebihterhadap prinsip umum tadi, maka corak penalarannya bersifat deduktif. Perbandingan juga dapat dilkukan sekedar mencatat kesamaan dan perbedaan antara dua objek, tanpa mempersoalkan prinsip umum. Perbedaan atau kesamaan yang disimpulkan itu dapat menghantar kita kepada hubungan kausal untuk mempersoalkan mengapa terdapat perbedaan atau kesamaan itu.
Metode klasifikasi juga mencakup kedua-duanya. Bila klasifikasi itu bertolak dari pengelompokkan sejumlah hal ke dalam suatu kelas berdasarkan ciri-ciri yang sama, maka ia merupakan induksi. Bila bertolak dari satu kelas umum utnuk membicarakan ciri-ciri anggota kelas, maka ia menyangkut deduksi. Selanjutnya karena definisibertolak dari klasifikasi, dengan sendirinya ia mencakup juga kedua jenis penalaran itu.
Seperti sudah dikemukakan dalam induksi, analisa kausal termasuk dalam penalaran induktif. Tetapi, analisa bagian, analisa proses, dan analisa fungsional dapat bercorak induktif, dan dapat juga bercorak deduktif. Analisa bagian, analisa roses dan analisa fungsional akan bercorak induktif kalau uraiannya dimulai dari identifikasi bagian-bagian dengan fungsinya masing-masing menuju kepada suatu kesimpulan umum mengenai hakikat objek tadi secara keseluruhan. Demikian pula dengan suatu eksposisi yang dikembangkan dengan metode analisa proses. Sebaliknya bila uraian itu dimulai dengan suatu pernyataan mengenai hakikat objek garapan itu secara umum, kemudian penulis berusaha mengkonkritkannya dengan identifikasi fungsi dar bagian-bagiannya dan proses yang terjadi berkat pelaksanaan fungsi bagian-bagian itu, maka penalaran yang terdapat padanya adalah deduksi.
Dengan demikian semua metode yang telah diuraikan dalam eksposisi sekaligus juga dapat dimanfaatkan dalam argumentasi. Tetapi dalam menerapkan metode-metode itu terdapat perbedaan. Pada tulisan ekspositoris fakta-fakta diajukan secukupnya untuk mengadakan konkritisasi atas inti persoalan yang dikemukakan, sehingga para pembaca mengetahui bukan hanya persoalannya tetapi juga beberapa landasan yang menunjang inti persoalan. Sebaliknya pada argumentasi fakta-fakta dipergunakan sebagai evidensi, yaitu sebagai alat pembuktian kebenaran dari persoalan yang dikemukakan. Oleh sebab itu, cara penggunaanya, penyajiannya, jumlah perincian yang disajikan haruslah sedemikian rupa, sehingga para pembaca diyakinkan mengenai kebenaran permasalahannya.
ü  Langkah menyusun eksposisi:
  • Menentukan topik/tema
  • Menetapkan tujuan
  • Mengumpulkan data dari berbagai sumber
  • Menyusun kerangka karangan sesuai topik yang dipilih
  • Mengembangkan kerangka menjadi eksposisi
ü  Contoh :
  • Biar bagaimanapun juga otak selalu saja mengalahkan otot.
  • Menurut teori Darwin manusia berasal dari kera yang berevolusi.
  • Matahari adalah poros dari perputaran planet-planet yang mengelilinginya termasuk bumi.
  • Manusia adalah mahkluk yang paling istimewa dibandingkan dengan mahkluk-mahkluk lainnya dibumi.
  • Agar bisa mencapai persentase lulus, maka hal itu bisa diraih dengan giat belajar.
Referensi atau Sumber :
Gorys Keraf. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

BERPIKIR DEDUKTIF

  1. Pengertian Penalaran
Penalaran mempunyai beberapa pengertian, yaitu: (1) Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang paling berhubungan sampai simpulan. (2) Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan, (3) Proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian bare. (4) Dalam karangan terdiri dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan suatu simpulan. (5) Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.
Jadi, Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji hubungan-hubungan fakta yang terdapat dalam karangan sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru. Kemudian hasil atau simpulan dalam suatu karangan itu menghasilkan sebuah analisis induktif dan deduktif.

2. Unsur Penalaran
Berikut ialah merupakan unsur penalaran karangan ilmiah, yaitu:
  1. Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian tertentu yang spesifik dan berisi sekurang-kurangnya dua variabel.
  2. Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau kesalahannya.
  3. Proposisi mempunyai beberapa jenis, antara lain:
  4. Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan fakta, misalnya: Anak cerdas dapat memanfaatkan potensinya.
  5. Proposisi mutlak yaitu pembenaran yang tidak memerlukan pengujian untuk melakukan benar atau salahnya. Misalnya: Gadis yaitu wanita muda yang belum pernah menikah.
  6. Proposisi hipotetik yaitu persyaratan hubungan subjek dan predikat yang harus dipenuhi. Misalnya: Jika dijemput, X akan ke rumah.
  7. Proposisi kategoris yaitu tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan predikat. Misalnya: X akan menikahi Y.
  8. Proposisi positif universal yaitu pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak. Misalnya: Semua hewan akan mati.
  9. Proposisi positif persial yaitu pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan tersebut bersifat positif. Misalnya: Sebagian orang ingin hidup kaya.
  10. Proposisi negatif universal yaitu kebalikan dari proposisi positif universal. Misalnya: Tidak ada gajah tidak berbelalai.
  11. Proposisi negatif persial yaitu kebalikan dari proposisi positif persial. Misalnya: Sebagian orang hidup menderita.
  12. Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti, dan terarah menuju suatu kesimpulan.
  13. Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran, penggunaan (alasan), argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justufikasi (pembenaran).
  14. Sistematika yaitu seperangkat proses atas bagian-bagian atau unsur-unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
  15. Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab (dibahas) dalam karangan.
  16. Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.
  17. Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari hubungan (korelasi), membandingkan, dan lain-lain.
  18. Pembuktian (argumentasi) yaitu proses pembenaran bahwa proposisi itu terbukti kebenarannya atau kesalahannya.
  19. Hasil yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis induktif dan deduktif.
  20. Kesimpulan (simpulan) yaitu penafsiran atau hasil pembahasan, dapat berupa implikasi atau inferensi.
  1. Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.Penalaran Deduktif bisa disebut juga sebagai proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
2. Macam-macam Penalaran Deduktif:
SILOGISME
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan atau dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar peraturan X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
  1. Barang siapa melanggar peraturan X harus dihukum.
  2. Ia melanggar peraturan X.
  3. la harus dihukum.
Bentuk
seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan “melanggar …” pada premis (mayor) diulangi dalam (premis minor). Demikian pula ungkapan “harus dihukum” di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme itu tidak mengikuti bentuk standar seperti itu. Misalnya:
Semua yang dihukum itu karena melanggar peraturan.
Kita selalu mematuhi peraturan.
Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum.
Pernyataan itu dapat dikembalikan menjadi:
  1. Semua yang melanggar peraturan harus dihukum.
  2. Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi) peraturan.
  3. Kita tidak dihukum.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan Jika A=B dan B=C maka A=C. Silogisme terdiri dari; Silogisme Kategorial, Silogisme Hipotetis dan Silogisme Disyungtif.
  1. a)        Silogisme Kategorial
Silogisme Katagorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………M………………P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)

  • Hukum-hukum Silogisme Kategorial
  1. Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan).

  1. Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)

  1. Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak mendapat kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
(Tidak ada kesimpulan)
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertunjukan.
Tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertunjukan.
Jadi: Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak sah)

  1. Paling tidak salah satu dari term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin.
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang melata)

  1. Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis adalah positif)
  1. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, maka kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term menengah (middle term), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan konklusinya.
2.   b)        Silogisme Hipotesis
Silogisme Hipotesis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotesis, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorial.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetis :
  1. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi, saya naik becak.
  1. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi, hujan telah turun.
  1. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
  1. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
  • Hukum-hukum Silogisme Hipotesis
Mengambil konklusi dari silogisme hipotesis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorial. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetis adalah:
1)      Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2)      Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3)      Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4)      Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan.
3.c)         Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.  Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
My : Mirzal berada di Lenteng Agung atau Depok.
Mn : Mirzal berada di Lenteng Agung.
K     : Jadi, Mirzal tidak berada di Depok.
My : Mirzal berada di Lenteng Agung  atau Depok.
Mn : Mmirzal tidak berada di Depok.
K     : Jadi, Mirzal berada di Lenteng Agung.

  1. ENTIMEN
Merupakan silogisme yang salah satu proposisinya dihilangkan tetapi proposisi tersebut dianggap ada dalam pikiran dan dianggap oleh orang lain. Entimen pada dasarnya adalah silogisme.
Contoh :
Premis mayor (MY):        manusia mahluk rasional
Premis minor (MN):         kucing bukan manusia
Kesimpulan (K):               kucing tidak rasional

Premis mayor (MY):        setiap manusia pernah lupa
Premis minor (MN):         mahasiswa adalah manusia
Kesimpulan (K):               mahasiswa pernah lupa

Dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang formal.
  2. Proses penalaran dimulai dari premis mayor melalui premis minor sampai pada kesimpulan.
  3. Strukturnya tetap: premis mayor, premis minor, kesimpulan.
  4. Premis mayor berisi pernyataan umum.
  5. Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian premis mayor.
  6. Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya.

Kesimpulan

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.

 
Sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://andhitaririe.blogspot.co.id/2013/03/makalah-penalaran-deduktif.html
http://oliverxvii.blogspot.co.id/2015/04/makalah-penalaran-deduktif-induktif.html
http://ekoriyadi384.blogspot.co.id/2013/03/silogisme-kategorial-hipotesis.html