Nama : Alpian Rinaldhi S
Npm : 10213715
Kelas : 3EA15
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan
(inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan
evaluasi atas fenomena – fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus
diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke
proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut
sebagai suatu corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan
banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses berpikir yang kedua,
yaitu deduksi.
Berpikir induktif merupakan suatu pemikiran yang bergerak dari premis
spesifik ke konklusi umum atau generalisasi. Observasi dan pengalaman
digunakan untuk mendukung generalisasi. Premisnya tidak menjadi dasar
untuk kebenaran konklusi, tetapi memberikan sejumlah dukungan untuk
konklusinya. Konklusi induktif jauh melampaui apa yang ada pada
premisnya.
Setiap argumen induktif tidak dapat dikatakan sahih atau tidak sahih,
tetapi lebih baik atau kurang baik, bergantung pada berapa tinggi
derajat probabilitasnya (kebolehjadian) yang diberikan premis pada
simpulannya. Semakin tinggi probabilitas simpulannya semakin baik
argumen induktif yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya, dan
simpulannya tidak mungkin mengandung kepastian mutlak. Konklusi induktif
tidak akan pernah terbukti benar kecuali bila meneliti semua premis
khususnya.
Pengertian fenomena – fenomena individual sebagai landasan penalaran
induktif harus diartikan pertama – tama sebagai data – data maupun
sebagai pernyataan – pernyataan (proposisi – proposisi). Proses
Penalaran yang induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam – macam
variasi yang berturut – turut akan dikemukakakan dalam bagian – bagian
berikut yaitu:
- Generalisasi
- Hipotese dan Teori
- Analogi
- Hubungan Kausal
- Induksi dalam Metode Eksposisi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari
fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum
yang mencakup semua fenomena tadi. Tetapi sebagai sudah dikatakan
diatas, proses berpikir yang induktif tidak ada banyak artinya kalau
tidak diikuti proses berpikir yang deduktif. Sebab itu generalisasi
hanya akan mempunyai makna yang penting, kalau kesimpulan yang
diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua
fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena – fenomena lain
yang sejenis yang belum diselidiki.
Bila kita berbicara mengenai data atau fakta dalam pengertian
fenomena individual tadi, pikiran kita selalu terarah kepada pengertian
mengenai sesuatu hal yang individual. Dalam kenyataannya data atau fakta
yang dipergunakan itu sebenarnya merupakan generalisasi juga, yang
tidak lain dari sebuah hasil penalaran yang induktif. Bila seorang
berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian
mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari
bermacam – macam tipe kendaraan dengan cirri – cirri tertentu ia
mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari bermacam –
macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi
(= generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut. Contoh – contoh
diatas menunjukan bahwa bila pada suatu waktu kita menghadapi suatu
fenomena individual, kita segera menghubungkannya dengan pengalaman –
pengalaman kita pada masa lampau. Semua pengalaman itu secara alamiah
menciptakan dalam pikiran kita suatu generalisasi yang coba
menghubungkan semua peristiwa itu melalui cirri – cirri yang menonjol.
Induksi dan juga generalisasi sebagai dikemukakan diatas sebenarnya
mempunyai variasi yang beraneka ragam, sehingga penjelasan – penjelasan
yang cermat kadang – kadang sukar dutampilkan. Tetapi mengenai
generalisasi sendiri kita masih membedakan generalisasi yang berbentuk
loncatan induktif, dan yang bukan loncatan induktif.
ü
Loncatan Induktif
Sebuah generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak
dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan
seluruh fenomena yang ada. Fakta – fakta tersebut atau proposisi –
proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh
persoalan yang diajukan. Dengan demikian loncatan induktif dapat
diartikan sebagai loncatan dari sebagaian evidensi kepada suatu
generalisasi yang jauh melampaui kemungkinan yang diberi oleh evidensi –
evidensi itu. Generalisasi semacam ini mengandung kelemahan dan mudah
ditolak kalau terdapat evidensi – evidensi yang bertentangan. Tetapi
kalau sample yang dipergunakan itu secara kualitatif kuat kedudukannya,
maka generalisasi semacam itu juga akan kuat dan sahih sifatnya, apalagi
kalau bisa diperbanyak lagi fakta atau evidensi yang menunjang.
Bila ahli – ahli filologi eropa berdasarkan pengamatan mereka
mengenai bahasa – bahasa indo – german kemudian menarik suatu kesimpulan
bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa, maka ini merupakan suatu loncatan
induktif. Bila berdasarkan beberapa pengalaman mengenai beberapa orang
yang dijumpai, seorang mengambil suatu kesimpulan untuk mengatakan suku A
masih sangat terkebelakang, maka hal ini juga merupakan contoh yang
jelas mengenai loncatan induktif.
ü
Tanpa Loncatan Induktif
Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila
fakta-fakta yang diberikancukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak
terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Sebab itu, perbedaan antara generalisasi dengan loncatan induktif
sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah fenomena yang diperlukan.
Tetapi dipihak lain, berapa banyak fenomena yang diperlukan untuk
merumuskan sebuah generalisasi yang kuat, tidak dapat ditetapkan dengan
pasti. Ada generalisasi yang sudah akan kuat bila mempergunakan beberapa
fenomena saja. Tetapi ada juga kasus yang menunjukkan bahwa 100
fenomena, bahkan lebihpun, belum cukup untuk dijadikan landasan yang
kuat untuk merumuskan sebuah generalisasi.
Sebenarnya generalisasi merupakan proses yang biasa dilakukan oleh
setiap orang. Bagi orang kebanyakan, generalisasi itu tidak lain dari
penambahan setengah sadar akan hal-hal yang umum berdasarkan
pengalamannya dari hari ke hari. Bila suatu waktu ia mendapat hardikan
dari atasannya karena membuat suatu kesalahan, maka belum ada suatu
sikapyang timbul pada dirinya. Tetapi bila peristiwa semacam itu
dialaminya berulang-ulang kali, dan juga dialami kawan-kawan lainnya,
maka mau tidak mau akan timbul suatu generalisasi mengenai atasannya itu
: Atasannya adalah seorang yang kejam. Arus baliknya akan menimbulkan
suatu sikap : karena atasan ini seorang yang kejam, maka jangan membuat
kesalahan yang kecil sekalipun, supaya tidak mendapat umpatan dan
hardikan yang tidak perlu.
Karena generalisasi itu sering mendahului observasi atas sejumlah
peristiwa yang cukup meyakinkan, maka perlu diadakan pengecekan atau
evaluasi atas generalisasi tersebut. Pengujian atau evaluasi tersebut
terdiri dari :
- Harus diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang
diselidiki sebagai dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif).
- Apakah peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh yang baik (sampel
yang baik; ciri kulitatifnya) bagi semua jenis peristiwa yang diselidiki
? dengan memilih peristiwa-peristiwa yang khusus, boleh dikatakan bahwa
generalisasi itu akan kuat kedudukannya.
- Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperhitungkan kekecualian-kekecualian yang tidak sejalan dengan generalisasi itu.
- Perumusan generalisasi itu sendiri juga harus absah. Artinya apa
yang dirumuskan itu benar-benar merupakan konsekuensinya logis dari
data-data, fakta-fakta atauproposisi-proposisi yang telah dikumpulkan
itu.
Hipotesa adalah sebuah Informasi yang masih belum teruji
kebenarannya, sedangkan Teori adalah sebuah fakta yang tepat dan bisa
dipertanggung jawabkan.
Hipotese (hypo : di bawah, tithenai : menempatkan) adalah
semacam teori yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta
tertentu sebagai penunun untuk meneliti fakta lebih lanjut. Sebaliknya,
teori sebenarnya merupakan hipotese yang secara relative lebih kuat
sifatnya bila dibandingkan dengan hipotese.
Teori adalah azas –
azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang –
kurangnya data dipercaya untuk menerangkan fenomena – fenomena yang ada.
Hipotese merupakan suatu dugan yang bersifat sementara mengenai sebab
–sebab atau relasi antara fenomena – fenomena, sedangkan teori merupakan
hipotese yang telah di uji dan yang dapat diterapkan pada fenomena –
fenomena yang relevan atau sejenis.
Dengan demikian, walaupun hipotese merupakan cara yang baik untuk
mempertalikan fakta –fakta tertentu, suatu waktu hipotese itu dapat
ditolak karena fakta – fakta baru yang dijumpai bertentangan atau tidak
lagi menunjang hipotese tadi. Sebab itu persoalan yang dihadapi adalah
bagaimana merumuskan sebuah hipotese yang kuat. Untuk merumuskan sebuah
hipotese yang baik perhatian beberapa ketentuan berikut :
- Secara maksimal memperhitungkan semua evidensi yang ada; semakin
banyak evidensi yang digunakan, semakin kuat hipotese yang diajukan
(ciri kuantitatif).
- Bila tidak ada alasan – alasan lain, maka antara dia hipotese yang
tidak mungkin diturunkan, lebih baik memilih hipotese yang sederhana
daripada yang rumit. Bila menghadapi seorang mahasiswa yang tidak lulus
ujian ,apakah harus mengatakan bahwa ia tidak lulus karena tidak belajar
dan tidak menguasai pelajarannya, atau karena para dosen menaruh
sentiment terhadapnya sehingga member nilai yang menjatuhkannya?
- Sebuah hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan
pengalaman manusia walaupun mungkin fakta – faktanya meyakinkan
(prinsipkohorensi).
- Hipotese bukan hanya menjelaskan fakta – fakta yang membentuknya,
tetapi juga harus menjelaskan juga fakta – fakta lain sejenis yang belum
di selidiki.
- Hubungan hipotese dan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai
jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris.
Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan
antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan
hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.
Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan
literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam
hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah
yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka
teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori
yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan
sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari
dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu
teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang
diturunkan dari teori.
Analogi atau kadang-kadang disebut juga
analogi iduktif adalah
suatu proses penalaranyang bertolak dari dua peristiwa khusus yang
mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk
suatu hak akan berlaku pula untuk hal yang lain. Sebab itu sering
timbul salah pengertian antara
analogi induktif atau
analogi logis sebagai yang dikemukakan di atas
analogi deklaratif atau
analogi penjelas yang
termasuk dalam soal perbandingan. Analogi dilakukan karena sesuatu yang
dibandingkan dengan pembandingnya memiliki kesmaan fungsi atau peran.
Melalui analogi, seseorang dapat menerangkan sesuatu yang abstrak atau
rumit secara konkrit dan lebih mudah dicerna.
Analogi yang dimaksud disini adalah analogi induktif atau analogi
logis. Analogi induktif (kias) adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari dua peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain
memiliki kesamaan untuk menarik ebuah kesimpulan. Karena titik tolak
penalaran ini adalah sebuah kesamaan karakteristik diantara dua hal,
maka kesimpulannya akan menyiratkan “apa yang berlaku pada suatu hal
akan berlaku pula untuk hal lainnya” dengan demikian dasar kesimpulan
yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensi yang berhubungan erat
dari dua hal yang danalogikan.
Analogi induktif atau analogi logis sebagai suatu proses penalaran
bertolak dari suatu kesamaan actual antara dua hal. Berdasarkan kesamaan
aktual itu, penulis dapat menurunkan suatu kesimpulan bahwa karena
kedua hal itu mengandung kemiripan dalam hal-hal yang penting, maka
mereka akan sama pula dalam aspek-aspek yang kurang penting.
Sebagai ilustrasi mengenai analogi ini perhatikan contoh berikut.
Nina adalah tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Omega. Ia telah
memberikan prestasi yang luar biasa pada perusahaan Omikron, tempat ia
bekerja. Ia telah mengajukan banyak usul mengenai cara pemecahan atas
kesulitan-kesulitan yang dihadapi perusahaannya. Pada waktu penerimaan
pegawai-pegawai baru, Direktur Perusahaan langsung menerima Tomi, karena
Tomi adalah seorang alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Omega, seperti
halnya Nina. Semua pelamar-pelamar lain diabaikan begitu saja. Menurut
logika direktur, karena Tomi tamatan Fakultas ekonomi Universitas Omega,
maka pasti ia memiliki juga kecerdasan dan kualitas yang sama atau
sekurang-kurangnya sama dengan Nina.
Dalam hal ini ia tidak mengambil keputusan karena data-data yang
mengungkapkan siapa itu Tomi, tetapi ia melihat bahwa Tomi berasal dari
Fakultas Ekonomi Universitas Omega seperti halnya dengan Nina yang telah
dikenalnya. Bahwa Universitas atau sekurang-kurangnya Fakultas yang
dibina oleh tenga-tenaga dosen yang ahli dan berwibawa dalam masalah
ekonomi. Bahwa Fakultas Ekonomi itu juga mempunyai disiplin yang tinggi.
Bahwa para alumninya juga terkenal dimana-mana. Dan hal itu telah
membuktikan dengan prestasi yang diperlihatkan Nina. Pasti Tomi juga
akan memberikan prestasi yang sama.
Analogi sebagai suatu proses penalaran untuk menurunkan suatu
kesimpulan berdasarkan kesamaan aktual antara dua hal itu dapat
diperinci lagi untuk tujuan-tujuan berikut:
1) Untuk meramalkan kesamaan. Bila dewasa ini kita sering
berbicara mengenai ekologi dan ekosistem, satuan lingkungan hidup antara
unsure-unsur tumbuha-hewan-manusia, dan berusaha menjaga keharmonisan
ekologi tersebut, maka dapat juga dikemukakan bahwa perpindahan manusia
ke suatu lingkungan baru dapat merusak ekologi tersebut, bukan hanya
karena terjadi penebangan hutan dan sebagainya, tetapi juga hubungan
dengan penduduk yang sudah ada dapat mengganggu ekuilibrium yang ada.
Barangkali kita dapat menolak pendapat itu dengan mengatakan bahwa
manusia bukan tumbuh-tumbuhan dan binatang, karena manusia dapat
menyesuaikan diri dengan manusia lainnya. Tetapi kebenaran mengenai
kesimpulan di atas toh tidak dapat disangkal begitu saja. Maka untuk
itulahmanusia-manusia yang hendak memasuki lingkungan yang baru itu
harus mempelajari situasi dan adat kebiasaan penduduk setempat untuk
mencegah hal-hal yang tak diinginkan.
2) Untuk menyingkapkan kekeliruan. Pada suatu waktu orang-orang
takut berpergian dengan pesawat terbang, karena banyak kali terjadi
kecelakaan dengan pesawat terbang yang tidak sedikit banyak meminta
korban. Bila demikian sebaiknya orang-orang jangan tidur ditempat tidur,
karena hampir semua manusia yang meninggal normal, menemui ajalnya di
tempat tidur. Kedua pikiran ini sama-sama kaburnya, sehingga perlu
ditolak.
3) Untuk menyusun sebuah klasifikasi. Bila kita mengetahui
mengenai suatu penyakit dengan gejala-gejala tertentu dan belum tahu
yang sebenarnya mengenai nama penyakitnya, sekurang-krangnya dengan
memperhatikan gejala gejala yang timbul, penyakit itu dapat
diklasifikasikan dalam kelas-kelass penyakit tertentu. Dan klasifikasi
sangat diperlukan dan selalu dapat diberikan sebelum proses induksi atau
deduksi.
seperti halnya dengan generalisasi yang tumpang tindih dengan
hipotese, maka analogi ini juag dapat tumpang tindih dengan hipotese.
Tidak ada garis yang tegas membedakan satu dari yang lainnya. Analogi
induktif untuk meramalkan kesamaan bisa juga merupakan hipotese, dan
untuk menyusun klasifikasi jelas ia dapat juga dimasukkan dalam
klasifikasi.
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi
dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu
proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata
yang telah ada. Contohnya pada kata dewa-dewi, putra-putri,
pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Contoh Analogi :
- Kita banyak tertarik dengan planel mars, karena banyak persamaannya
dengan bumi kita. Mars dan Bumi menjadi anggota tata surya yang sama.
Mars mempunyai atsmosfir seperti bumi. Temperaturnya hampir sama dengan
bumi. Unsur air dan oksigennya juga ada. Caranya mengelilingi matahari
menyebabkan pula timbulanya musim seperti bumi. Jika bumi ada mahluk.
Tidaklah mungkin ada mahluk hidup diplanet Mars.
- Dr. Maria C. Diamind tertarik untuk meneliti pengaruh pil
kontrasepsi terhadap pertumbuhan cerebal cortex yang sangat rendah
dibandingkan dengan tikus-tikus lain yang tidak diinjeksi. Berdasarkan
studi tiu, Dr. Diamond seorang profesor antomi dari University of
California menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat menghambat
perkembangan otak penggunanya. Dari contoh diatas, Dr. Diamond
menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi, apa yang terjadi pada
tikus akan terjadi pula pada manusia.
Hubungan sebab dan akibat adalah sebuah bentuk fenomenal yang
menghasilkan sesuatu dari dampak yang diakibatkan dari suatu makna
kalimat kemudian digabungkan didalam satu kalimat.
Menurut hukum kausalitas semua peristiwa yang terjadi di dunia ini
terjalin dalam rangkaian sebab akibat. Tidak ada satu gejala atau
kejadian yang muncul tanpa penyebab. Pertama, satu atau beberapa gejala
yang timbul dapat berperan sebagai sebab akibat, atau sekaligus sebagai
akibat didasari gejala sebelumnya dan sebab gejala sesudahnya. Kedua,
gejala atau peristiwa yang terjadi dapat ditimbulkan oleh satu sebab
atau lebih, dan menghasilkan satu akibat atau lebih. Ketiga, hubungan
sebab dan akibat dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya ketika seorang ibu melihat awan menggantung, ia segera
memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakan itu terdorong oleh
pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) pertanda akan turun hujan
(akibat). Hujan (sebab) akan menjadikan yang dijemurnya basah (akibat).
Contoh :
- Masalah pengangguran merupakan masalah serius yang harus
diselesaikan pemerintah, seperti beberapa waktu lalu diberitakan dimedia
cetak dan ibu kota, bagaimana ribuan pencari kerja hars berdesakan
bahkankan pingsan untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut laporan media
cetak hal ini terjadi karena dalam waktu dekat ini banyak perusahaan
menufaktor yang akan tutup. Sehingga harus melakukan PHK. Selain itu
minimnya kahlian atau rendahnya kualitas SDM menjadi faktor penyebab
banyaknya pengangguran di ibukota.
Contohnya dalam menggunakan preposisi spesifik seperti:
- Es ini dingin. (atau: Semua es yang pernah kusentuh dingin.)
- Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya bergerak.)
Agaknya sejarah timbulnya hubungan antara sebab dan akibat (hubungan
kasual) dapat ditelusuri kembali sampai pada saat mula timbulnya
inteligensia manusia. Secara historis bukti-bukti itu dapat dicatat
kembali sejak abad kelima sebelum masehi, dari seorang filusuf Yunani
yang bernama Leucippus, yang mengatakan bahwa
Tidak ada sesuatu pun terjadi tanpa sebab, tiap hal mempunyai sebab…. (nihil fit sine causa). Dengan mengutip pendapat filsuf ini, tidak berarti bahwa jauh sebelumnya belum ada pengetahuan tentang sebab akibat itu.
Untuk tujuan praktis dapat diterima sebagai dasar bahwa semua
peristiwa mempunyai sebab yang mungkin dapat diketahui, bila manusia
berusaha menyelidikinya dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk
melakukan penyelidikan itu. Dalam dunia modern ini, kadang-kadang
hubungan antara sebab dan akibat tertentu tidak mudah diketahui. Tetapi
itu tidak berarti bahwa apa yang di catat sebagai suatu akibat tidak
mempunyai sebab sama sekali.
Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga pola berikut:
–
Sebab ke akibat
–
Akibat ke sebab, dan
–
Akibat ke akibat
- A. Sebab ke Akibat
Hubungan sebab ke akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang
di anggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju
kepada suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat. Efek
yang ditimbulkan oleh sebab tadi dapat merupakan efek tunggal, tetapi
dapat juga berbentuk sejumlah efek bersama-sama, atau serangkaian efek.
Misalnya kalau saya menekan tombol lampu menyala;
Penekanan tombol sebagai satu sebab akan menimbulkan satu efek yaitu
lampu menyala. Tetapi
hujan
sebagai satu sebab akan menimbulkan efek serentak, yaitu: tanah-tanah
menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh banjir, pakaian yang dicuci
tidak lekas kering, mereka yang tidak tahan udara lembab atau dingin
akan jatuh sakit, dan sebagainya. Sebaliknya sebab dan akibat berantai
terjadi: misalnya kenaikan harga minyak menyebabkan para penyalur bahan
makanan menaikkan harga-harga bahan makanan, harga bahan makanan naik
menimbulkan kesulitan hidup, kesulitan hidup dalam semua bidang
menyebabkan kaum buruh menuntun kenaikan upah, dan seterusnya.
- B. Akibat ke sebab
Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu proses berpikir yang
induktif juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai
akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab – sebab yang
mungkin telah menimbulkan akibat tadi.
Contoh :
Ada seorang pasien pergi ke dokter karena merasa sakit didadanya.
Dokter yang di minta bantuannya harus menemukan sebabnya untuk
memberikan pengobatan yang tepat. Ia menetapkan bahwa sakit didada
pasien disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran bertolak dari akibat
yang diketahui (sakit di dada) menuju kepada sebuah sebab (kanker).
Hubungan kausal diatas dapat di uji kebenarannya melalui prosedur –
prosedur berikut : Apakah cukup terdapat sebab untuk menghasilkan sebuah
akibat? Harus didapat diyakini bahwa jalan pikiran itu sudah cukup
lengkap dan tidak akan dihalangi oleh faktor – faktor luar. Cara lain
yang dapat dipakai untuk menguji kebenaran sebab akibat adalah
mengajukan pertanyaan : apakah tidak mungkin ada sebab lain yang
menimbulkan akibat itu, maka proses penalaran tadi di anggap benar.
Suatu proses penalaran yang salah mengenai sebab – akibat ini adalah apa
yang dinamakan post hoc ergo propter hoc, yaitu jalan pikiran yang
mengatakan “karena sesuatu terjadi sesudah sesuatu hal yang lain, maka
peristiwa itu disebabkan oleh hal yang terjadi terlebih dahulu”.
Contoh : hari menjadi siang sesudah ayam berkokok; sebab itu, ayam berkokok menyebabkan hari jadi siang.
- C. Akibat Ke Akibat
Hubungan kausal akibat ke akibat adalah proses penalaran dari suatu
akibat menuju suatu akibat yang lain, tanpa menyebut atau mencari sebab
umum yang menimbulkan kedua akibat tadi.
Contoh :
Terjadi sejumlah akibat karena turun hujan: tanah-tanah menjadi becek
dan berlumpur, selokan penuh air, jemuran basah kembali, dan
sebagainya. Ketika seorang ibu kembali dari belanja dari pasar yang jauh
dari rumahnya, iya melihat tanah menjadi becek dan selokan penuh air.
Melihat kondisi ini, ia lantas mengambil kesimpulan bahwa jemuran yang
seharusnya sudah kering, menjadi basah kembali. Dalam hal ini, ia sama
sekali tidak berfikir bahwa jemuran menjadi basah Karena tanah yang
becek atau kerena selokan penuh air, tetapi semua efek dari suatu sebab
umum yang sama yaitu hujan.
Dalam mempergunakan pola penalaran ini,penulisan atau pembicara harus
yakin dengan sungguh – sungguh bahwa terdapat suatu sebab umum bagi
kedua sebab itu.
- Induksi dalam Metode Eksposisi
adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang
dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan
pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Proses penalaran terbagi atas dua kelas besar yaitu induksi dan
deduksi. Masing-masing corak dapat dibagi lagi menjadi sejumlah corak
penalaran yang tercakup dalam kedua corak utama itu. Dalam uraian
mengenai eksposisi telah dikemukakan pula dalam sejumlah metode. Untuk
mengembangkan suatu karangan yang bersifat ekspositoris. Pada
hakikatnya, semua metode ini juga merupakan proses penalaran yang dapat
dimasukkan dalam salah satu corak penalaran utama.
Metode identifikasi pada prinspinya baru merupakan
perumusan-perumusan kategorial (proposisi kategorial) mengenai fakta
atau evidensi yang diketahui mengenai suatu obyek garapan. Telah
dikemukakan bahwa identifikasi adalah suatu strategi dasar bagi semua
metode eksposisi lainnya. Sama halnya dengan deduksi, semua proposisi
kategorial mengenai fakta-fakta itu dapat dijadikan bahan dasar untuk
menyusun generalisasi, hipotase, dan sebagainya.
Metode perbandingan bisa mencakup penalaran yang induktif maupun
deduktif. Bila perbandingan itu dilakukan untuk menurunkan suatu prinsip
umum, maka corak penalarannya bersifat induktif. Dalam hal ini, prinsip
umum itu dapat berbentuk generalisasi, hipotase, atau teori. Tetapi
bila perbandingan itu bertolak dari suatu prinsip umum untuk menunjukkan
perbedaan antara dua obyek atau lebihterhadap prinsip umum tadi, maka
corak penalarannya bersifat deduktif. Perbandingan juga dapat dilkukan
sekedar mencatat kesamaan dan perbedaan antara dua objek, tanpa
mempersoalkan prinsip umum. Perbedaan atau kesamaan yang disimpulkan itu
dapat menghantar kita kepada hubungan kausal untuk mempersoalkan
mengapa terdapat perbedaan atau kesamaan itu.
Metode klasifikasi juga mencakup kedua-duanya. Bila klasifikasi itu
bertolak dari pengelompokkan sejumlah hal ke dalam suatu kelas
berdasarkan ciri-ciri yang sama, maka ia merupakan induksi. Bila
bertolak dari satu kelas umum utnuk membicarakan ciri-ciri anggota
kelas, maka ia menyangkut deduksi. Selanjutnya karena definisibertolak
dari klasifikasi, dengan sendirinya ia mencakup juga kedua jenis
penalaran itu.
Seperti sudah dikemukakan dalam induksi, analisa kausal termasuk
dalam penalaran induktif. Tetapi, analisa bagian, analisa proses, dan
analisa fungsional dapat bercorak induktif, dan dapat juga bercorak
deduktif. Analisa bagian, analisa roses dan analisa fungsional akan
bercorak induktif kalau uraiannya dimulai dari identifikasi
bagian-bagian dengan fungsinya masing-masing menuju kepada suatu
kesimpulan umum mengenai hakikat objek tadi secara keseluruhan. Demikian
pula dengan suatu eksposisi yang dikembangkan dengan metode analisa
proses. Sebaliknya bila uraian itu dimulai dengan suatu pernyataan
mengenai hakikat objek garapan itu secara umum, kemudian penulis
berusaha mengkonkritkannya dengan identifikasi fungsi dar
bagian-bagiannya dan proses yang terjadi berkat pelaksanaan fungsi
bagian-bagian itu, maka penalaran yang terdapat padanya adalah deduksi.
Dengan demikian semua metode yang telah diuraikan dalam eksposisi
sekaligus juga dapat dimanfaatkan dalam argumentasi. Tetapi dalam
menerapkan metode-metode itu terdapat perbedaan. Pada tulisan
ekspositoris fakta-fakta diajukan secukupnya untuk mengadakan
konkritisasi atas inti persoalan yang dikemukakan, sehingga para pembaca
mengetahui bukan hanya persoalannya tetapi juga beberapa landasan yang
menunjang inti persoalan. Sebaliknya pada argumentasi fakta-fakta
dipergunakan sebagai evidensi, yaitu sebagai alat pembuktian kebenaran
dari persoalan yang dikemukakan. Oleh sebab itu, cara penggunaanya,
penyajiannya, jumlah perincian yang disajikan haruslah sedemikian rupa,
sehingga para pembaca diyakinkan mengenai kebenaran permasalahannya.
ü Langkah menyusun eksposisi:
- Menentukan topik/tema
- Menetapkan tujuan
- Mengumpulkan data dari berbagai sumber
- Menyusun kerangka karangan sesuai topik yang dipilih
- Mengembangkan kerangka menjadi eksposisi
ü Contoh :
- Biar bagaimanapun juga otak selalu saja mengalahkan otot.
- Menurut teori Darwin manusia berasal dari kera yang berevolusi.
- Matahari adalah poros dari perputaran planet-planet yang mengelilinginya termasuk bumi.
- Manusia adalah mahkluk yang paling istimewa dibandingkan dengan mahkluk-mahkluk lainnya dibumi.
- Agar bisa mencapai persentase lulus, maka hal itu bisa diraih dengan giat belajar.
Referensi atau Sumber :
Gorys Keraf. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.